Will : Road To Istanbul (Film Liverpudlian)

| Minggu, 27 Mei 2012


Adalah sebuah film yang menceritakan masa kejayaan liverpool Pada tahun 2005 LIGA CHAMPIONS di istanbull Turki dan seorang anak laki-laki kecil Liverpudlian asal Inggris. Pada awalnya anak tersebut berkeinginan melihat final UCL di istanbull vs AC MILAN bersama ayahnyaa. Tetapi pada waktu sebelum keberangkatnya, ayahnya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Anak tersebut sudah di belikan tiket oleh ayahnya. Walaupun masih berduka anak tersebut tetap semangat untuk pergi ke turki. Dia berangkat ke turki sendirian, dan mendapat teman mantan pmain bola. Dalam perjalanan dia bayak mendapat pelajaran berharga.

Masih teringat.. di hari ini, tepat 26 Mei 2005 pagi atau 26  Mei malam waktu eropa kali ya. Saya dan teman-teman menyaksikan Final Piala Champion antara Liverpool dengan AC Milan. Liverpool yang saat itu bisa dibilang underdog, dimana skuad AC Milan yang masih diperkuat oleh skuad terkuatnya. Dari sebangsa Kaká, Andriy Shevchenko, Hernán Crespo, Clarence Seedorf, belum ditambah dengan Pirlo, Gennaro Gattuso, Jaap Stam, dan Alessandro Nesta. Sedangkan Liverpool masih diperkuat oleh Jamie Carragher, Steven Gerrard, Luis García, Xabi Alonso (kedatangan pertama di ranah inggris), Djibril Cissé. Wah.. dibilang agak jomplang, yaaa gimana ya. Sedikit pesimis, iya. Terus terang pernah terlintas seperti itu. Tetapi saya sendiri yang mengikuti pertandingan Liverpool dari kualifikasi, harus tetaplah yakin. Karena taktik pass and move, Total Footbal ala Liverpool yang cukup merepotkan dari kualifikasi sudah cukup jitu.

Semua berasal dari pertandingan kualifikasi ketiga, kemudian ketika kualifikasi Group. Memang untuk kualifikasi Group,  Liverpool dianggap sebagai unggulan. Cuman, langkah Liverpool di fase ini tidak mencerminkan sebagai calon juara. Satu group dengan AS Monaco yang masih diperkuat oleh Javier Saviola, Olympiacos, dan wakil Spanyol Deportivo La Coruna. Ketika kualifikasi group masih teringat ketika Liverpool harus mengalahkan Olympiacos dengan selisih gol yang harus lebih besar untuk menduduki peringkat kedua kualifikasi Group. Saat itu Liverpool tertinggal 1-0 dengan Olympiacos di babak pertama. Ketegangan berlanjut, ketika AS Monaco sudah memastikan lolos kualifikasi Group. Dan akhirnya ada pemain muda kalau tidak salah namanya Neil Mellor, Florent Sinama Pongolle yang cukup berjasa. Dengan assist dan goalnya, sehingga bisa menang 3-1 untuk Liverpool. Hurrayyy… Nilai sama 10 dengan Olympiacos, tetapi Liverpool berhasil naik ke peringkat 2 karena selisih goal yang lebih baik daripada Olympiacos. hehehe.
 
Kisah klub yang satu ini berlanjut, ketika harus melewati perenam belas final atau First knockout round yang mengharuskan melawan Bayer Leverkusen. Tanpa kesulitan, Liverpool melibas habis tim ini.

Kemudian kisah berlanjut ketika harus melawan Juventus di Quarter-finals. Pikiran langsung melintas ketika kejadian Heysel yang cukup tragis dengan menimbulkan korban kalau tidak salah 39 orang dari pihak Liverpool, 600 lebih luka-luka dan hal ini terjadi di Final Liga Champions juga. Liverpoolpun lolos dengan agregat 2–1.

Dihadapkan dengan lawan sesama Inggris di Semi-finals Liga Champions, Chelsea yang dibesut oleh Mourinho. Dengan keangkuhannya, dan didukung oleh dana yang berlimpah ruah. *sejujurnya, saya suka dengan pelatih ini. Karena punya karakter yang cukup unik. hehehe. Sayangnya saat ini ada di pihak musuh. Saat pertandingan di Leg kedua, Liverpool cukup diuntungkan dengan bermain di kandang sendiri. Anfield yeeaahh This Is Anfield.. masih ingat ketika Goal Luis Garcia yang mungkin agak kontroversial. Dimana terjadi perdebatan bola sudah lewat dari Peter Cech dan Gallas tiba-tiba datang membuang bola. Dan entah.. sudah lewat garis atau tidak. Sampai sekarang tidak ada yang tahu. Tahu-tahu hakim garis menyatakan bahwa itu goal dan bola sudah lewat garis gawang. Memang sih, pas liat tipi saat itu ada kemelut di mulut gawang Chelsea. Tahu-tahu Luis Garcia mengklaim itu goal. Entahlah… lha gak ada teknologi garis gawang seee.. hehehe.. Dan masih inget, kalau Mourinho menyatakan bahwa tidak akan pernah mengakui goal Luis Garcia. hehehe ampun om Mou.. sudahlah, ini harinya Liverpool. Sampai pada akhirnya, mereka berhasil mencapai final pertama dalam 20 tahun terakhir. Dan mengangkat trofi Liga Champions untuk kelima kalinya.

Dan dimulailah nonton bareng Final Liga Champion dari ruangan kecil di Lab Pemrograman di kampus ITS Teknik Informatika. Dengan sedikit kekuasaan lah.. kan Admin Lab. hehehe. Saya masih ingat, saya Liverpudlian sendirian di situ. Yang lain, sudah pasti pendukung AC Milan. Karena memang Liverpool datang dengan status underdog. Apalagi Mas Indie angkatan 99 yang dengan lantangnya sebagai pendukung AC Milan.

Goal pertama ternyata datang dari Paolo Maldini kurang dari satu menit yang merupakan goal tercepat dalam sejarah Liga Champions. Kaget, tentu saja… buyar konsentrasi, pastinjaa. Yaa.. kenapa harus terjadi di menit-menit pertama coba. Memang bola itu bundar, dan gak ada yang pasti dalam sepak bola. Karena yang bermain di sini bukan hanya skill, taktik pelatih, individu ataupun tim. Karena mental juga bermain di sini. Fiuhh..  Yang dikhawatirkan ternyata terjadi. Keterpurukan tidak dapat dihindarkan. Liverpool tertinggal 0-3 di babak pertama. Hernan Crespolah yang berhasil memborong 2 goal untuk membuat AC Milan unggul. Tambah pesimis coba, duduk terdiam berkaca-kaca… yaa mau gimana lagi, emang musuhnya jago.
Babak kedua dimulai, masih ingat saya sudah berpaling dari layar televisi. Berpaling ke layar komputer di lab. hehe lebih tepatnya gak tega kalau lebih banyak goal lagi. Tahu-tahu dari dalam ada yang teriak. “Gooooaaaallll”. Langkah berat untuk masuk ke dalam, dan melihat pada pojok kiri atas layar 1-3  masih untuk AC Milan. wowww… Berawal dari crossing John Arne Risse langsung disundul oleh Gerrard. Mantab, pas pojok. Terlintas, wah.. ini Liverpool bangkit.. Liverpool bangkit. Tak lama kemudian, selang 2 menit Vladimir Smicer yang menggantikan Harry Kewel yang cedera mencetak goal dari tendangan jarak jauh. Pas pojok.. langsung bersorak sendiri dah. Kemudian selang 2-3 menit Gerrard terjatuh di kotak penalti AC Milan setelah diganjal oleh Gattuso. *buset, masih inget aja. Dan wasit menunjuk Penalti. Yeeeaaaahh.. bersoraklah disamping temen-temen pendukung AC Milan. Senyum-senyum sendiri dengan berkaca-kaca. Pertandingan yang dramatis seperti ini yang pastilah berkesan. Kemudian Xabi Alonso yang mengambil tendangan penalti. Ketika menendang langsung ditepis oleh Dida, yaahh.. kecewa, tetapi tanpa ragu Xabi Alonso lari secepat mungkin dan menceploskan bola muntahan tersebut. Dan akhirnya gooooaaalll… 3-3.. 3-3 buset. seruuuuu abis.

Permainan berlanjut, AC Milan dimotori oleh Kaka mulai mengendalikan permainan. Liverpool dikurung habis. Berhubung saat babak kedua Liverpool menggunakan taktik 3-5-2 mulailah keteteran. Karena bek yang tersisa cuman tinggal 3. Traore, Carragher, Hypia. Masih ingat, ketika taktik langsung berubah menggunakan 4 bek. Gerrard yang di 3-5-2 sebagai AMC pendukung Baros-Luis Garcia, seketika turun menjadi bek kanan. Digempur habis-habisan sampai babak perpanjangan waktu. Masih ingat, Gerrard yang sampai cedera. waaah… pertandingan yang dramatis pokoknya.

Kwkwkwkwkwk
Aku juga mengidolakan Liverpool, semoga suatu saat nanti aku bisa menonton Liverpool langsung di stadion kebanggaanku yaitu Anfield Stadium ^_^
YOULL NEVER WALK ALONE

0 komentar:

Next Prev

Popular Posts

▲Top▲