Adalah sebuah film yang menceritakan masa kejayaan
liverpool Pada tahun 2005 LIGA CHAMPIONS di istanbull Turki dan seorang anak
laki-laki kecil Liverpudlian asal Inggris. Pada awalnya anak tersebut
berkeinginan melihat final UCL di istanbull vs AC MILAN bersama ayahnyaa.
Tetapi pada waktu sebelum keberangkatnya, ayahnya mengalami kecelakaan dan
meninggal dunia. Anak tersebut sudah di belikan tiket oleh ayahnya. Walaupun
masih berduka anak tersebut tetap semangat untuk pergi ke turki. Dia berangkat
ke turki sendirian, dan mendapat teman mantan pmain bola. Dalam perjalanan dia
bayak mendapat pelajaran berharga.
Masih teringat.. di hari ini, tepat 26 Mei 2005
pagi atau 26 Mei malam waktu eropa kali ya. Saya dan teman-teman menyaksikan
Final Piala Champion antara Liverpool dengan AC Milan. Liverpool yang saat itu
bisa dibilang underdog, dimana skuad AC Milan yang masih diperkuat oleh skuad
terkuatnya. Dari sebangsa Kaká, Andriy Shevchenko, Hernán
Crespo, Clarence Seedorf, belum ditambah dengan Pirlo,
Gennaro
Gattuso, Jaap
Stam, dan Alessandro Nesta. Sedangkan Liverpool masih
diperkuat oleh Jamie Carragher, Steven
Gerrard, Luis GarcÃa, Xabi Alonso
(kedatangan pertama di ranah inggris), Djibril
Cissé. Wah.. dibilang agak jomplang, yaaa gimana ya. Sedikit pesimis, iya.
Terus terang pernah terlintas seperti itu. Tetapi saya sendiri yang mengikuti
pertandingan Liverpool dari kualifikasi, harus tetaplah yakin. Karena taktik
pass and move, Total Footbal ala Liverpool yang cukup merepotkan dari kualifikasi
sudah cukup jitu.
Semua berasal dari pertandingan kualifikasi ketiga,
kemudian ketika kualifikasi Group. Memang untuk kualifikasi Group,
Liverpool dianggap sebagai unggulan. Cuman, langkah Liverpool di fase ini tidak
mencerminkan sebagai calon juara. Satu group dengan AS Monaco yang masih
diperkuat oleh Javier Saviola, Olympiacos, dan wakil Spanyol Deportivo La
Coruna. Ketika kualifikasi group masih teringat ketika Liverpool harus
mengalahkan Olympiacos dengan selisih gol yang harus lebih besar untuk menduduki
peringkat kedua kualifikasi Group. Saat itu Liverpool tertinggal 1-0 dengan
Olympiacos di babak pertama. Ketegangan berlanjut, ketika AS Monaco sudah
memastikan lolos kualifikasi Group. Dan akhirnya ada pemain muda kalau tidak
salah namanya Neil Mellor, Florent Sinama Pongolle yang cukup berjasa. Dengan
assist dan goalnya, sehingga bisa menang 3-1 untuk Liverpool. Hurrayyy… Nilai
sama 10 dengan Olympiacos, tetapi Liverpool berhasil naik ke peringkat 2 karena
selisih goal yang lebih baik daripada Olympiacos. hehehe.
Kisah klub yang satu ini berlanjut, ketika harus
melewati perenam belas final atau First knockout round yang mengharuskan
melawan Bayer Leverkusen. Tanpa kesulitan, Liverpool melibas habis tim ini.
Kemudian kisah berlanjut ketika harus melawan
Juventus di Quarter-finals. Pikiran langsung melintas ketika kejadian Heysel
yang cukup tragis dengan menimbulkan korban kalau tidak salah 39 orang dari
pihak Liverpool, 600 lebih luka-luka dan hal ini terjadi di Final Liga
Champions juga. Liverpoolpun lolos dengan agregat 2–1.
Dihadapkan dengan lawan sesama Inggris di
Semi-finals Liga Champions, Chelsea yang dibesut oleh Mourinho. Dengan
keangkuhannya, dan didukung oleh dana yang berlimpah ruah. *sejujurnya,
saya suka dengan pelatih ini. Karena punya karakter yang cukup unik. hehehe.
Sayangnya saat ini ada di pihak musuh. Saat pertandingan di Leg kedua,
Liverpool cukup diuntungkan dengan bermain di kandang sendiri. Anfield yeeaahh
This Is Anfield.. masih ingat ketika Goal Luis Garcia yang mungkin agak
kontroversial. Dimana terjadi perdebatan bola sudah lewat dari Peter Cech dan
Gallas tiba-tiba datang membuang bola. Dan entah.. sudah lewat garis atau
tidak. Sampai sekarang tidak ada yang tahu. Tahu-tahu hakim garis menyatakan
bahwa itu goal dan bola sudah lewat garis gawang. Memang sih, pas liat tipi
saat itu ada kemelut di mulut gawang Chelsea. Tahu-tahu Luis Garcia mengklaim
itu goal. Entahlah… lha gak ada teknologi garis gawang seee.. hehehe.. Dan
masih inget, kalau Mourinho menyatakan bahwa tidak akan pernah mengakui goal
Luis Garcia. hehehe ampun om Mou.. sudahlah, ini harinya Liverpool. Sampai pada
akhirnya, mereka berhasil mencapai final pertama dalam 20 tahun terakhir. Dan
mengangkat trofi Liga Champions untuk kelima kalinya.
Dan dimulailah nonton bareng Final Liga Champion
dari ruangan kecil di Lab Pemrograman di kampus ITS Teknik Informatika. Dengan
sedikit kekuasaan lah.. kan Admin Lab. hehehe. Saya masih ingat, saya
Liverpudlian sendirian di situ. Yang lain, sudah pasti pendukung AC Milan. Karena
memang Liverpool datang dengan status underdog. Apalagi Mas Indie angkatan 99
yang dengan lantangnya sebagai pendukung AC Milan.
Goal pertama ternyata datang dari Paolo Maldini
kurang dari satu menit yang merupakan goal tercepat dalam sejarah Liga Champions.
Kaget, tentu saja… buyar konsentrasi, pastinjaa. Yaa.. kenapa harus terjadi di
menit-menit pertama coba. Memang bola itu bundar, dan gak ada yang pasti dalam
sepak bola. Karena yang bermain di sini bukan hanya skill, taktik pelatih,
individu ataupun tim. Karena mental juga bermain di sini. Fiuhh.. Yang
dikhawatirkan ternyata terjadi. Keterpurukan tidak dapat dihindarkan. Liverpool
tertinggal 0-3 di babak pertama. Hernan Crespolah yang berhasil memborong 2
goal untuk membuat AC Milan unggul. Tambah pesimis coba, duduk terdiam
berkaca-kaca… yaa mau gimana lagi, emang musuhnya jago.
Babak kedua dimulai, masih ingat saya sudah
berpaling dari layar televisi. Berpaling ke layar komputer di lab. hehe lebih
tepatnya gak tega kalau lebih banyak goal lagi. Tahu-tahu dari dalam ada yang
teriak. “Gooooaaaallll”. Langkah berat untuk masuk ke dalam, dan melihat pada
pojok kiri atas layar 1-3 masih untuk AC Milan. wowww… Berawal dari
crossing John Arne Risse langsung disundul oleh Gerrard. Mantab, pas pojok.
Terlintas, wah.. ini Liverpool bangkit.. Liverpool bangkit. Tak lama kemudian,
selang 2 menit Vladimir Smicer yang menggantikan Harry Kewel yang cedera
mencetak goal dari tendangan jarak jauh. Pas pojok.. langsung bersorak sendiri
dah. Kemudian selang 2-3 menit Gerrard terjatuh di kotak penalti AC Milan
setelah diganjal oleh Gattuso. *buset, masih inget aja. Dan wasit
menunjuk Penalti. Yeeeaaaahh.. bersoraklah disamping temen-temen pendukung AC
Milan. Senyum-senyum sendiri dengan berkaca-kaca. Pertandingan yang dramatis
seperti ini yang pastilah berkesan. Kemudian Xabi Alonso yang mengambil
tendangan penalti. Ketika menendang langsung ditepis oleh Dida, yaahh.. kecewa,
tetapi tanpa ragu Xabi Alonso lari secepat mungkin dan menceploskan bola
muntahan tersebut. Dan akhirnya gooooaaalll… 3-3.. 3-3 buset. seruuuuu abis.
Permainan berlanjut, AC Milan dimotori oleh Kaka
mulai mengendalikan permainan. Liverpool dikurung habis. Berhubung saat babak
kedua Liverpool menggunakan taktik 3-5-2 mulailah keteteran. Karena bek yang
tersisa cuman tinggal 3. Traore, Carragher, Hypia. Masih ingat, ketika taktik
langsung berubah menggunakan 4 bek. Gerrard yang di 3-5-2 sebagai AMC pendukung
Baros-Luis Garcia, seketika turun menjadi bek kanan. Digempur habis-habisan
sampai babak perpanjangan waktu. Masih ingat, Gerrard yang sampai cedera.
waaah… pertandingan yang dramatis pokoknya.
Kwkwkwkwkwk
Aku juga mengidolakan Liverpool, semoga suatu saat nanti aku bisa menonton Liverpool langsung di stadion kebanggaanku yaitu Anfield Stadium ^_^
YOULL NEVER WALK ALONE
0 komentar:
Posting Komentar